Minggu, 01 Januari 2012

Selamat Ulang Tahun ke-70 Sir Alex

Yang paling luar biasa dari Sir Alex Ferguson adalah menjaga rasa lapar gelarnya tetap terjaga selama 25 tahun di Old Trafford/Getty Images
MANCHESTER – Blackburn Rovers boleh menumbangkan Manchester United 3-2 di Old Trafford dan merusak pesta perayaan ulang tahun Sir Alex Ferguson ke-70 pada 31 Desember kemarin. Namun, halitu tidak menutup kebesaran dan keagungan karier kepelatihan Sir Alex. Apa kata pelatih-pelatih top dunia soal salah satu legenda terbesar dalam sejarah sepakbola ini.
 
Tahun 2011 kemarin ada dua momen penting yang diperingati Sir Alex. Pertama, pada November lalu Sir Alex menandai 25 tahun kariernya di Old Trafford. Dan pada Sabtu kemarin dirinya genap berusia 70 tahun.
 
Selama 1986 hingga 2011 itu Sir Alex telah mengumpulkan 12 titel Premier League, lima Piala FA, empat Piala Liga, dua Liga Champions, dan satu Piala Winner bagi Setan Merah.
 
Apa kata pelatih-pelatih top dunia soal salah satu legenda terbesar dalam sejarah sepakbola ini, seperti dilansir dari UEFA, berikut petikannya:
 
Carlo Ancelotti (Menjuarai Liga Champions sebagai pelatih dan pemain)
“Saya mengenal Alex Ferguson dan jatuh cinta kepadanya. Hanya sedikit orang yang mengerti sepakbola sedalam dia. Dia telah menciptakan United yang sangat modern yang lebih Eropa daripada klub-klub Inggris lainnya. Alex Ferguson tak pernah bersikap seolah-olah kekuatan sepakbola dirinya lebih kuat, dengan siapapun dia berbicara, tetapi dia menularkan mental juara dan pantang menyerah kepada timnnya. Keteguhannya membuat dia melalui berbagai situasi sulit, seperti final Liga Champions 1999.”
 
Ottmar Hitzfield (Pelatih juara Liga Champions 1997 dan 2001 yang kalah di final 1999)
“Momen paling menyedihkan diri saya dari semuanya adalah final Liga Champions 1999. Bayer Munich unggul 1-0 hingga menit 90 tapi kalah 1-2 melawan Manchester United-nya Alex Ferguson, salah satunya karena kami banyak menyia-nyiakan kesempatan bagus untuk mengakhiri pertandingan, selain itu tim Sir Alex tak pernah berhenti percaya akan memenangi laga.
 
Final tersebut merupakan salah satu momen terpahit dalam karier saya tapi setelahnya kami justru menjadi lebih dekat karena Sir Alex bersimpati kepada saya. Usai laga itu, setiap kali kami bertemu di Liga Champions selalu mesra. Kapanpun tim saya bermain di Manchester, dia selalu mengundang saya untuk minum teh bersama. Ada satu hal yang menjadi persamaan kami berdua—kami tidak pernah mau kalah, kami benci kekalahan.”
 
Martti Kuusela (Pelatih Budapest Honved FC, lawan pertama Sir Alex Ferguson di Liga Champions pada 1993)
“Apa yang paling saya ingat adalah betapa ramahnya dia seusai pertandingan, mengundang saya minum di kantornya. Saya tidak mengenalnya dengan baik maka sungguh spesial dia mengajak saya mengobrol. Ketika pelatih muda mendapat pertolongan sangat banyak dari nama besar, dia akan tumbuh berkembang. Saya sungguh senang dia masih berada di sana. Itulah pencapaian terbesarnya, bertahan di puncak begitu lama. Bagaimana dia melakukannya, saya tidak tahu, yang pasti itu bekerja dengan baik.”
 
Marcello Lippi (Pelatih juara Liga Champions yang kerap berjumpa Sir Alex Ferguson di akhir 1990-an)
“Saya selalu mengaguminya sebagai pribadi dan sebagai pelatih, terutama bagaimana dia menjaga standar tinggi United. Itu hal yang jarang, khususnya memiliki karier hingga setengah abad. Alex Ferguson berkata bahwa dia menjadikan Juve sebagai prototipenya dari segi kualitas teknik, taktik, dan di atas semuanya, keinginan untuk menang. Dia menyukai anggur merah dari Tuscany sehingga setiap Natal saya selalu memberinya sebotol Masseto, Sassicaia, dan Chianti. Dia selalu membalasnya dengan wiski McCelland.”
 
Andy Roxburgh (Direktur Teknik UEFA yang menggantikan Sir Alex Ferguson sebagai Pelatih Skotlandia)
“Sir Alex mempunyai semangat luar biasa akan pertandingan dan etos kerja keras yang eksepsional. Rutinitasnya dimulai ketika dia membuka pintu kantornya pada pukul 6 pagi. Tapi bagi pelatih, bagi pemain, etos kerja saja tidaklah cukup. Dia bekerja dengan berbagai karakter—diantaranya berjiwa pemberontak—dan menunjukkan kemampuan manajemen manusia yang eksepsional. Dia memberikan resume singkat menganai kualitas apa yang dibutuhkan untuk bisa berada di puncak. ‘Sukses dalam sepakbola adalah soal penyeleksian, pengambilan keputusan, mampu menangani pemain, dan keberuntungan.’ Dia telah memperlihatkan besarnya kemampuan dia di tiga hal pertama.”
 
Guy Roux (Pelatih yang menangani Auxerre 44 tahun dan menemukan bakat Eric Cantona)
“Untuk bisa selama dia, Anda butuh tiga hal. Pertama dan paling krusial adalah konsistensi dalam hasil. Itu bukan masalah baginya, bukan? Sebagian besar waktunya, diakhiri dengan menjadi yang pertama, melangkah jauh di Liga Champions dan memenangi satu dua piala. Kepuasan terjamin. Pemain akan menghormati dan menilai tinggi Anda. Anda juga harus kompeten, teguh dan adil, dengan pemahaman akan psikologi sepakbola.
 
Tapi rahasia terbesar adalah: Anda harus mencintai pemain Anda sendiri. Jika Anda mencintai pemain-pemain Anda sendiri, mereka akan balik mencintai Anda, dan Anda sudah tiga perempat jalan menuju apa yang Anda inginkan. Ini berlaku bagi semua pelatih, baik itu Manchester United maupun tim pemetik buah-buahan di lapangan strawberry.”
 
Arrigo Sacchi (Pelatih terakhir yang merebut Piala Champions)
“Sungguh luar biasa dia bisa terus bertahan begitu lama menangani tim paling dicintai di Inggris. Alex Ferguson mampu melakukannya karena meletakkan kepentingan tim di atas kepentingan individu-individu yang bekerja dengannya. Saya ingat hubungannya dengan para pemain berkarakter kuat dan keras, seperti Gordon Strachan. Paul McGrath, Paul Ince, Eric Cantona, Roy Keane, David Beckham, dan Ruud van Nistelrooy. Mereka semua pemain kelas dunia dengan sifat yang sangat individualis, tapi Alex Ferguson mampu membentuk mereka untuk melayani kebutuhan tim.”
(fit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar